MAKALAH ADMINISTARSI PENGADILAN AGAMA (PA)


Administrasi Peradilan Agama

A.    Pengertian Administrasi.

Kata “administrasi” berasal dari kata bahasa latin “ad” yang berarti “intensif”, dan kata “ministrare” yang berarti: melayani, membantu, memenuhi. Jadi kata “administrasi” dalam arti bahasa berarti “ melayani dan membantu secara intensif”. [1](Lembaga Administrasi Negara, RP, 1988, Admninistrasi Manajemen dan Organisasi). Di negeri kita kata “administrasi” mempunyai dua pengertian yang berbeda. Yakni pengertian yang diwarisi dari bahasa Belanda dan pengertian yang diwarisi dari bahasa Inggris. Dalam bahasa Belanda kata “administratie” mempunyai pengertian yang sempit, yang hanya mencakup pengertian tata usaha kantor seperti mencatat, mengetik, menggan-dakan dan sebagainya. Dalam bahasa Inggris, kata “administrationi” mempunyai pengertian: “proses kerjasama antara dua orang atau lebih berdasarkan rasionalitas tertentu untuk mencapai tujuan bersama yang ditentukan”. Dengan demikian pengertian “administrasi” yang ke dua ini mempunyai cakupan yang lebih luas dari pengertian yang pertama yang berasal dari bahasa Belanda. Dalam dunia peradilan, dikenal dua bentuk administrasi, yakni administrasi umum yang biasa disebut bidang keseketariatan, dan administrasi perkara yang biasa disebut bidang kepaniteraan. Bidang kesekretariatan mencakup administrasi perkantoran secara umum, yang antara lain meliputi administrasi kepegawaian, persuratan, keuangan dan lain-lain yang tidak berkaitan dengan penerimaan dan penyelesaian perkara. Pelaksana dan penanggungjawab bidang ini adalah Sekretaris pengadilan, dibantu oleh Wakil Sekretaris, dan kepala-kepala sub.(vide: pasal 43 UU.No.7 Tahun 1989).
Sedangkan yang dimaksud dengan administrasi perkara yang masuk bidang kepaniteraan adalah: „seluruh proses penyelenggaraan yang teratur dalam melakukakan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam bidang pengelolaan kepaniteraan perkara yang menjadi bagian tugas pengadilan. Pelaksana dan penanggungjawab bidang ini adalah Panitera yang dibandtu oleh Wakil Panitera, Panitera Muda,Panitera Pengganti, Jurusita dan Jurusita Pengganti (vide: pasal 26 UU. No.7 Tahun 1989). Berdasarkan ketentuan perundang-undang, ada tiga tugas pokok Panitera:
1) pelaksana administrasi perkara (pasal 101 UU.No.7 Tahun 1989).
2) pendamping hakim di persidangan(pasal 97 UU.No.7 Tahun 1989).
3) pelaksana putusan pengadilan dan tugas kejurusitaan (ps.98 UU.No.7 Tahun 1989). [2]
Berdasar pasal 5 UU.No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dan ditambah dengan UU.No. 3 Tahun 2006, pembinaan tehnis pengadilan dilakukan oleh Mahkamah Agung. Dengan diberlakukannya Keputusan Presiden R.I. No. 21 Tahun 2004 tentang „Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung pasal 2 ayat (2) jo. pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana disebut di atas, maka sejak tanggal 30 Juni 2004 bukan hanya pembinaan tehnis pengadilan saja yang menjadi tanggung jawab Mahkamah Agung, tetapi juga pembinaan finansial, administrasi dan organisasi (FAO) dari badan peradilan agama.[3]

B.     Dasar Hukum Tugas Kepaniteraan
Tugas dan tanggung jawab kepaniteraan diatur dalam beberapa pasal perundang- undangan sebagai berikut: [4]
a.       Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakman pasal 17 (2), pasal 29 (4, 5 dan 6).
b.      Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 pasal 26, pasal 84, pasal 96 s.d. pasal 101.
c.       Rbg. pasal 197 dan pasal 198/ HIR pasal 186.
d.  PP.No.9 Tahun 1975 pasal 26, 27 dan pasal 28.

C.    Pola Bindalmin
Dalam rangka melaksanakan tertib administrasi perkara dan penyelenggaraan administrasi Pengadilan, maka Ketua Mahkamah Agung RI dengan suratnya bertanggal 24 Januari 1991 No. KMA/001/SK/1991 telah mengeluarkan ketentuan-ketentuan mengenai pola pembinaan dan pengendalian administrasi perkara yang disebut Pola Bindalmin (Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi). Pola Bindalmin (Pola Pembinaan dan Pengendalian Administrasi) ini meliputi lima bidang , yaitu:
a.       Pola prosedur penyelenggaraan administrasi perkara tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali (PK)= Prosedur penerimaan perkara..
b.       Pola register perkara.
c.       Pola keuangan perkara
d.      Pola pelaporan perkara
e.       Pola kearsipan perkara. (untuk lengkapnya, lihat: Pedoman Pelaksanaan Tugas Dan Administrasi Pengadilan, Buku II, halman 40- 62).

1. Pola Prosedur Penerimaan Perkara Pengadilan Agama

Pada prinsipnya, prosedur penerimaan perkara di Pengadilan Agama ditentukan dengan model unit, yang disebut Meja Meja Satu, Meja Dua, Meja Tiga yang masing-masing unit mempunyai tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri tetapi berkaitan satu dengan yang lain. Pelaksanaan tugas unit-unit ini dilakukan oleh Sub Kepaniteraan Perkara di bawah pengamatan langsung Wakil Panitera.

Meja Satu.
Pada pokoknya Meja Satu ini bertugas untuk:
a.       menerima gugatan dan permohonan, termasuk permohonan banding, kasasi, PK, maupun eksekusi, dengan catatan bahwa permohonan verzet tegen verstek tidak didaftar sebagai perkara baru, tetapi derden verzet didaftar sebagai perkara baru.
b.      menaksir beaya yang dituangkan dalam SKUM.
c.       Menyerahkan surat gugat/permohonan, permohonan banding, kasasi, PK, maupun eksekusi, yang telah dilengkapi dengan SKUM kepada yang bersangkutan agar membayar biaya panjar perkara kepada pemegang Kas.
d.       Pemegang Kas (Kasir) adalah bagian dari meja pertama yang bertugas a.l.: = menerima dan membukukan uang panjar biaya perkara yang tercantum pada SKUM ke dalam jurnal keuangan yang bersangkutan (nomor jurnal sama dengan nomor perkara). = mengeluarkan dan membukukan/mencatat uang biaya administrasi dan biaya proses perkara = seminggu sekali pemegang kas harus menyerahkan uang hak-hak kepaniteraan kepada bendahara penerima untuk disetorkan ke Kas Negara, yang dicatat pada kolom 13 KI-PA8. e. Pencatatan masuk keluarnya uang perkara dalam buku induk keuangan dilakukan oleh Panitera atau staf yang ditunjuk.
Meja Dua.

Pada pokoknya Meja Dua ini bertugas untuk:

a.       Mendaftar perkara yang masuk ke dalam buku register induk perkara perdata sesuai dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM/surat gugatan/permohonan. Pendaftaran perkara baru dapat dilaksanakan setelah panjar biaya perkara lunas dibayar pada Pemegang Kas.
b.       Mengisi kolom- kolom buku register dengan tertib, rapi, teliti dan cermat, seperti misalnya tentang PHS, penundaan sidang, sebab penundaan sidang, amar putusan , PBT dsb.
c.       Menyerahkan berkas perkara yang diterima yang telah dilengkapi formulir Penetapan Majelis Hakim (PMH) kepada Wakil Panitera untuk diteruskan kepada Ketua Pengadilan Agama (KPA).
d.      Menyerahkan berkas perkara yang telah ditentukan majelis hakimnya kepada Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk disertai formulir Penetapan Hari Sidang (PHS).

Meja Tiga, secara garis besar bertugas:

a.       Menyiapkan dan menyerahkan salinan putusan apabila ada permintaan dari para pihak.
b.      Menerima dan memberikan tanda terima atas: memori/lontramemori banding, memori/ kontra memori kasasi, jawaban/tanggapan atas alasan PK.
c.       Menyusun /menjahit/ mempersiapkan berkas (tugas pembundelan berkas)
d.       Mengatur giliran tugas jurusita/jurusita pengganti yang ditunjuk oleh Panitera.

2. Pola Register Perkara.

Pencatatan perkara yang diterima dilakukan dalam buku register perkara yang terdiri dari :

a. Register Induk Perkara Gugatan
b. Register Induk Perkara Permohonan
c. Register Permohonan Banding
d. Register Permohonan Kasasi
e. Register Permohonan Peninjauan Kembali (PK)
f. Register Surat Kuasa Khusus
g. Register Penyitaan Barang Tidak Bergerak
h. Register Penyitaan Barang Bergerak
i. Register Eksekusi.
j. Register Akta Cerai
k.Register Permohonan Pembagian Harta Peninggalan di Luar Sengketa.

3. Pola Keuangan Perkara Pembukuan keuangan perkara dilakukan dalam Buku Keuangan Perkara yang terdiri dari:

a. Jurnal Perkara Gugatan (KI-PA1/G)
b. Jurnal Perkara Permohonan (KI-PA1/P)
c. Jurnal Permohonan Banding (KI-PA2)
d. Jurnal Permohonan Kasasi (KI-PA3)
e. Jurnal Permohonan PK (KI-PA4)
f. Jurnal Permohonan Eksekusi (KI-PA5)
g. Buku Induk Keuangan Perkara (KI-PA6)
h. Buku Keuangan Biaya Eksekusi (KI-PA7)
i. Buku Penerimaan Uang HHK (KI- PA8)

4. Pola Pelaporan Perkara

Laporan tentang keadaan perkara, keuangan perkara, dan kegiatan Hakim, dituangkan dalam bentuk-bentuk laporan sebagai berikut:

a. LI- PA1 : Laporan Keadaan Perkara
b. LI- PA2 : Laporan Perkara yang dimohonkan banding
c. LI- PA3 : Laporan Perkara yang dimohonkan kasasi
d. LI- PA4 : Laporan Perkara yang dimohonkan peninjauankembali
e. LI- PA5 : Laporan Perkara yang dimohonkanm eksekusi
f. LI- PA6 : Laporan tentang kegiatan Hakim.
g. LI- PA7 : Laporan Keuangan Perkara
h. LI- PA8 : Laporan Jenis Perkara

5. Pola Kearsipan Perkara.

Dasar Hukum Kearsipan Perkara:

a.       RBg pasal 711/ HIR pasal 383, yang menyatakan bahwa segala putusan harus selalu tersimpan pada arsip Pengadilan dan tidak boleh dipindahkan, terkecuali dalam keadaan dan dewngan cara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
b.       UU.No.7 Tahun1989 pasal 101, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Panitera bertanggungjawab terhadap kearsipan perkara yang harus tersimpan di ruang kepaniteraan, serta tidak dapat dipindahkan kecuali atas izin KPA.
c.       Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. No. KMA/004/II/1992, antara lain menyatakan bahwa kepaniteraan Pengadilan Agama mempunyai tugas memberikan pelayanan tehnis di bidang administrasi perkara dan administrasi peradilan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


D.     Prosedur Penerimaan Permohonan Banding Dan Kasasi
Prosedur Penerimaan Permohonan Banding ditentukan antara lain sebagai berikut:

a.       Diajukan dalam tenggang waktu banding, yaitu: 14 hari setelah putusan diucapkan atau 14 hari setelah pemberitahuan isi putusan (PBT).
b.      Permohonan banding di luar tenggang waktu banding tetap dapat diterima, dan dicatat dengan membuat keterangan Panitera, bahwa permohonan banding telah lampau.
c.        Pernyataan banding baru dapat diterima jika panjar biaya sebagaimana tercantum dalam SKUM (ditentukan oleh Meja Satu) telah lunas dibayar. Biaya banding mencakup:
- biaya pencatatan pernyataan banding
- biaya banding yang ditentukan oleh KPTA
- biaya pengiriman uang via bank/ kantor pos.
- ongkos kirim berkas.
- biaya pemberitahuan (PBT) yang mencakup biaya-biaya: pemberitahuan akta banding, pemberitahuan memori banding, pemberiahuan kontra memori banding, biaya inzage bagi pembanding, biaya inzage bagi terbanding, pemberitahuan isi putusan banding bagi pembanding, pemberitahuan isi putusan banding bagi terbanding.

d.      Dalam tempo 7 (tujuh) hari, permohonan banding tersebut harus disampaikan kepada pihak lawan.
e.       Setelah biaya panjar lunas dibayar, maka Pengadilan wajib membuat akta pernyataan banding dan mencatat permohonan banding itu dalam Register Induk Perkara Gugatan/Permohonan dan Register Banding.
f.       Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat, dan salinannya harus diberikan kepada pihak lawan dengan relaas.
g.      Memberi kesempatan kepada masing-masing pihak untuk memeriksa/ mempe-lajari berkas perkara (inzage) yang dituangkan dalam suatu akta, sebelum berkas perkara tersebut dikirimkan ke PTA.
h.      Dalam tenggang waktu 30 hari sejak permohonan banding diajukan, berkas perkara yang terdiri dari Bundel A dan Bundel B harus sudah dikirimkan ke PTA.
i.         Biaya perkara banding untuk PTA harus dikirimkan melalui bank pemerintah atau Kantor Pos, dan tanda bukti pengirimannya harus dikirim bersamaan dengn pengiriman berkas perkara.

Prosedur Penerimaan Permohonan Kasasi ditentukan antara lain sebagai berikut:
a.       Diajukan dalam tenggang waktu kasasi, yaitu: 14 hari setelah putusan banding diucapkan atau 14 hari setelah pemberitahuan isi putusan banding (PBT).
b.      Pernyataan kasasi baru dapat diterima jika panjar biaya sebagaimana tercantum dalam SKUM (ditentukan oleh Meja Satu) telah lunas dibayar. Biaya kasasi mencakup:
(1).biaya pencatatan pernyataan kasasi
(2).biaya kasasi yang ditentukan oleh Ketua MARI
(3).biaya pengiriman uang via bank
(4).ongkos kirim berkas.
(5).biaya pemberitahuan (PBT) yang mencakup biaya-biaya: pemberitahuan pernyataankasasi, pemberitahuan memori kasasi, pemberiahuan kontra memori kasasi, pemberitahuan isi putusan kasasi kepada pemohon, pemberitahuan isi putusan kasasi kepada termohon.

c.        Setelah biaya panjar lunas dibayar, maka Pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan kasasi dan mencatat permohonan kasasi itu dalam Register Induk Perkara Gugatan/Permohonan dan Register Kasasi.
d.      Dalam tempo 7 (tujuh) hari, permohonan kasasi tersebut harus sudah disampaikan kepada pihak lawan.
e.       Memori kasasi, selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sesudah pernyataan kasasi, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Agama.
f.       Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari , salinan memori kasasi tersebut disampaikan kepada pihak lawan.
g.      Selambat-lambatnya 14 hari setelah penyampaian memori kasasi, jawaban/ kontra memori harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Agama, untuk selanjutnya disampaikan kepada pihak lawan (pemohon kasasi)
h.      Dalam tenggang waktu 30 hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas perkara kasasi yang terdiri dari Bundel A dan Bundel B harus sudah dikirimkan ke Mahkamah Agung.
i.        Biaya perkara kasasi untuk Mahkamah Agung harus dikirimkan melalui BRI Cabang Veteran, Jl. Veteran Raya No.8, Jakarta Pusat dengn No. 31.46.0370.0 dan tanda bukti pengirimannya harus dilampirkan dalam berkas perkara tersebut.
j.        Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung supaya dikirim ke Mahkamah Agung.

E.      Pengelolaan Berkas Perkara
Pasal 101 UU.No.7 Tahun 1989 berbunyi: [5]
(1) Panitera bertanggungjawab atas pengurusan berkas perkara,penetapan ata putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ke tiga, surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lain yang disimpan di Kepaniteraan.
(2) Semua daftar, catatan risalah, berita acara, serta berkas perkara tidak boleh di bawa keluar dari dari ruangan Kepaniteraan , kecuali atas izin Ketua Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang.
(3) Tatacara pengeluaran surat asli, salinanatau turunan penetapan atau putusan, risalah, berita acara, akta, dan surat-surat lain di atur oleh Mahkamah Agung.

Ayat (1) di atas antara lain menegaskan bahwa Panitera adalah penanggung jawab pengelolaan berkas perkara, sedangkan ayat (2) menyatakan antara lain bahwa isi berkas perkara tersebut bersifat rahasia yang tidak boleh dibawa keluar dari ruang kepaniteraan kecuali atas izin KPA. Menurut penjelasan ayat ini pengertian tidak boleh dibawa keluar mencakup pengertian difotocopy atau disalin atau digandakan. Berkas perkara disusun dan dibundel berdasarkan urut peristiwa, dan dikelom-pokkan kepada dua berkas, yakni: Berkas A dan Berkas B. Berkas A, adalah berkas yang merupakan himpunan surat-surat yang disusun berdasakan urut peristiwa, dimulai dengan surat gugatan/permohonan, dan semua catatan kegiatan/proses penyidangan/pemeriksaan perkara , yang akan selalu disimpan sebagai arsip di Pengadilan Agama. Berkas A, terdiri dari: (a). Surat gugatan/permohonan (b). Penetapan Majelis Hakim (PMH) (c). Penetapan Hari Sidang (d). Relas Panggilan (PGL). (e). Berita Acara Sidang (= jawaban/replik/duplik:dimasukkan sebagi satu kesatuan dengan Berita Acara). (f). Surat Kuasa dari para pihak (jika memakai kuasa). (g). Penetapan sita (CB/RB) (h). Berita Acara Sita (CB/RB) (i). Lampiran surat-surat yang diajukan para pihak (jika ada) (j). Surat-surat bukti dari penggugat (k). Surat-surat bukti dari tergugat. (l). Tanggapan atas bukti tergugat oleh penggugat (m). Tanggapan atas bukti penggugat oleh tergugat. (n). Berita acara pemeriksaan setempat (decente) (o). Gambar situasi. (p). Surat-surat lainnya. Berkas B, yang berkaitan dengan adanya permohonan banding, yang pada akhirnya akan menjadi arsip berkas perkara pada PTA, merupakan himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan banding serta semua kegiatan berkenaan dengan adany apermohonan banding tersebut, yang terdiri atas:
(a) Salinan Putusan Pengadilan Agama.
(b) Akta banding
(c) Akta pemberitahuan banding.
(d) Pemberitahuan penyerahan memori banding.
(e) Pemberitahuan penyerahan kontramemori banding.
(f) Pemberitahan memberi kesempatan pihak-pihak untuk melihat, membaca dan memeriksa berkas perkara (inzage).
(g) Surat kuasa khusus (jika ada).
(h) Tanda bukti pengiriman ongkos perkara banding.
Berkas B, yang berkaitan dengan adanya permohonan kasasi, yang pada akhirnya akan menjadi arsip berkas perkara pada Mahkamah Agung, merupakan himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan kasasi serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya permohonan kasasi tersebut, yang terdiri atas:
(a) Relas-relas pemberitahuan isi putusan banding.
(b) Akta permohonan kasasi
(c) Surat kuasa khusus dari pemohon kasasi (jika ada).
(d) Memori kasasi (jika ada) atau surat keterangan apabila pemohon kasasi tidak mengajukan memori kasasi.
(e) Tanda terima memori kasasi.
(f) Relas pemberitahuan kasasi kepada pihak lawan.
(g) Relas pemberitahuan memori kasasi kepada pihak lawan.
(h) Kontra memori kasasi (jika ada)
(i) Relas pemberitahuan kontra memori kasasi kepada pihak lawan
(j) Pemberitahan memberi kesempatan pihak-pihak untuk melihat, membaca dan memeriksa berkas perkara (inzage).
(k) Salinan Putusan Pengadilan Agama (PA).
(l) Salinan Putusan Pengadilan Tinggi Agama (PTA).
(m) Tanda bukti setoranbiaya kasasi yang sah dari Bank.
(n) Surat-surat lain (jika ada).

F.     Minutasi Berkas Perkara

Pengertian. Kata „minutasi‟ berasal dari kata „minuut‟ (bahasa Belanda) yang berarti: surat asal, surat asli.(Salma, 1986, Kamus Umum Lengkap Bahasa Belanda- Indonesia, Indonesia Belanda; hal. 70). Yang dimaksud dalam hal ini adalah semua surat-surat asli yang diterima atau dibuat oleh Pengadilan selama proses penyelesaian perkara, seperti surat penetapan majelis hakim, penetapan hari sidang, surat-surat panggilan, putusan-putusan pengadilan yang akan menjadi arsip perkara danharus disimpan di pengadilan. Dengan demikian „minutasi‟ berarti proses penyusunan berkas perkara sejak awal penyelesaian perkara sampai dapat dijadikan sebagai arsip perkara. Cara Minutasi Perkara.
  • Minutasi sebaiknya dilakukan secara berangsur-angsur sejak awal persidangan perkara, dengan cara urut peristiwa, bukan menurut kelompok.
  •  Penanggung jawab minutasi adalah Hakim yang menyidangkan perkara tersebut, dan dilaksanakan oleh Panitera Pengganti yang bersidang.
  • Batas akhir minutasi adalah 30 hari/ satu bulan setelah persidangan terakhir dilaksanakan, dan selanjutnya diserahkan kepada petugas di Meja Tiga.
  • Berita acara sidang harus sudah selesai dibuat dan diketik rapi, serta telah selesai ditandatangani sebelum hari sidang berikutnya dilaksanakan, dalam bentuk tanya jawab dengan model iris talas atau balok.
  • Panitera/Panitera Pengganti mengetik konsep putusan/penetapan berdasarkan bahan yang diberikan oleh Hakim, kemudian diserahkan kepada hakim (mulai hakim anggota) untuk diperiksa/diteliti. Setelah konsep putusan selesai diteliti, maka kemudian diketik ulang dengan teliti, rapi dan benar.
  • Berkas disusun berdasarkan URUT PERISTIWA dimulai dari surat gugat, SKUM dan seterusnya, dan diakhiri dengan BAP yang berisi amar putusan, diberi sampul, DIJILID BENANG DAN DISEGEL. Jika waktu pembacaan putusan ada pihak yang tidak hadir, berkas/ bundel diakhir dengan PBT (pemberitahuan isi putusan).
  • Pelaksanaan ikrar talak merupakan bundel tersendiri, yang diawali dengan PHS dan diakhiri dengan BAP yang berisi amar penetapan hakim, atau PBT jika pihak isteri tidak hadir ketika ikrar talak dilaksanakan. Juga diberi sampul, DIJILID BENANG DAN DISEGEL.
  •  Penyusunan berkas A maupun berkas B, baik untuk kepentingan banding atau kasasi atau PK hendaklah memperhatikan ketentuan tentang isi berkas sebagaimana tersebut di atas.

Tehnis Pembuatan Berita Acara Persidangan. Berita Acara Persidangan (BAP) secara tehnis terdiri dari tiga bagian: pendahuluan, isi dan penutup. Bagian pendahuluan berisi:

- judul (Berita Acara Persidangan), nomor perkara dan sidang keberapa.
- nama pengadilan yang menyidangkan, jenis perkara, hari dan tanggal persidangan dan tempat sidang.
- Nama dan identitas pihak-pihak. Jika pihak meteriel di wakili kuasa hukumnya, maka disebut dahulu pihak materielnya baru kuasa hukumnya.
- Susunan majelis dan panitera sidang.
Bagian isi. Bagian isi merupakan bagian terpenting dari suatu berita acara, yang diawali sejak pernyataan Ketua Majelis yang menyatakan persidangan dinyatakan terbuka untuk umum dan diakhiri dengan pernyataan penundaan atau penutupan sidang. Dalam bagian isi dicatat seluruh dan semua jalannya pemeriksaan perkara dalam bentuk Tanya jawab. Beberapa hal yang perlu dicatat dalamhal ini ialah:
- pernyataan sidang terbuka untuk umum.
- Hadir tidaknya para pihak. Jika ada pihak yang tidak hadir, harus disebutkan apakah yang bersangkutan telah dipanggil dengan resmi dan patut.
- Upaya perdamaian, kecuali dalam perkara voluntair.
- Pembacaan surat gugat/ permohonan.
- Pernyataan sidang tertutup untuk umum khusus dalam pemeriksaan perkara perceraian dan pembatalan perkawinan (pasal 68 (2), psl. 80 (2) UU.No. 7 Tahun 1989).
- Jawaban tergugat, replik dan duplik (jika diajukan secara tertulis, disatukan dengan BAP).
- Alat-alat bukti dari masing-masing pihak. (Dalam hal yang diajukan adalah alat bukti tulis, jangan lupa mencatat kegiatan hakim memeriksa keabsahan alat bukti tersebut dan mencocokkan dengan aslinya dan memberi tanda dengan kode P 1 dst. Atau T 1 dst.)
- Isi kesimpulan pihak-pihak.
- Penundaan sidang dan alasannya yang dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum( untuk apa ditunda)
- Musyawarah majelis.
- Putusan sela yang dibuat lengkap seperti putusan akhir, tetapi menyatu dengan BAP, dan putusan sela tersebut ditandatangani oleh Hakim Ketua, Hakim Anggota dan panitera seidang. Putusan sela juga harus dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
- Pembacaan putusan.
PENUTUP
 Bagian penutup mencatat hal-hal sebagai berikut:

class="MsoNormal" style="margin-left: 36.0pt; text-align: justify;"> - pernyataan hakim Ketua bahwa persiangan telah selesai dan ditutup
- jika ada pihak yang tidak hadir, dicatat perintah Hakim Ketua untuk memangigil kembali pihak yang tidak hadir.
- pada BAP sidang terakhir, mencatat penjelasan Hakim Ketua kepada pihak-pihak tentang maksud isi amar dan upaya hukum yang dapat ditempuh, danperintah melakukan pemberitahuan isi putusan jika ada pihakyang tidak hadir.

- Nama dan tandatagan Hakim Ketua dan panitera sidang.

Tehnik Pengetikan BAP.
- BAP sebagai akta otentik haruslah dibuat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
- BAP diketik diatas kertas folio jenis HVS berat 60 mg/ 70 mg dengan menggunakan huruf jenis pica (ukuran 10 point per inchi) atau jenis elite (ukuran 12 point per inchi).
- Diketik dengan lebar margin kiri kurang lebih 5 cm, lebar margin kanan kurang lebh 1 cm atau 2 cm, dengan spasi satu setengah atau dua .
- Disusun dalam bentuk Tanya jawab dengan model iris talas atau balok, dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan efektif.
- Tidak diperbolehkan menggunakan tipp ex atau sejenisnya. Kesalahan harus dicoret dan diketik ulang atau direnvoi.
- Tiap halaman diberi nomor urut ditengah-tengah bagian atas kecuali halaman pertama

Tehnik Pengetikan Putusan.
- Diketik di atas kertas folio jenis HVS berat 60 atau 70 mg, dengan lebar margin kanan kurang lebih 5 cm dan lebar margin kiri 1 atau 2 cm. Tidak boleh menggunakan kertas buram.
- Tiap halaman berisi tidak boleh lebih dari 30 baris, dengan ketentuan margin atas dan margin bawah sama lebar.
- Tiap halaman diberi nomor urut ditengah-tengah bagian atas kecuali halaman pertama.
- Tulisan kata „PUTUSAN‟, „NOMOR‟, „TENTANG DUDUK PERKARA‟ , „TENTANG HUKUM‟, „ dan kata „MENGADILI‟ diketik dengan huruf kapital seluruhnya dengan diberi garis bawah atau ditebalkan (di bold).
- Alinea baru baru masuk kuranglebih 7 (tujuh) pukulan ketik dengan menggunakan huruf berukuran 10 point per inchi atau 12 point per inchi.
- Irah-irah berbunyi „BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM‟ dan „DEMI KEADILAN BERDA-SARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA‟ diketik ditengah- tengah dengan huruf kapital seluruhnya berjarak dua kali dari spasi yang dipergunakan dari nomor putusan, begitu juga jarak kata “DEMI KEADILAN…” dari baris berikutnya.
A.Mukhsin Asyrof: ‘Administrasi Perkara Pada Pengadilan Agama” 16

- Nama pihak-pihak diketik dengan huruf kapital seluruhnya, diberi garis bawah/ di bold/ ditebalkan, masuk kurangebih dua belas ketukan dari tepi kiri, dan dilanjutkan dengan penyebutan identitasnya yang diketik dengan huruf kecil biasa.
- Kata “KETUA”, “HAKIM ANGGOTA”, dan “PANITERA PENGGANTI” ditulis dengan huruf kapital seluruhnya, begitu juga nama-namanya.
- Perubahan/penambahan/kesalahan pengetikan, harus direnvoi dan diparaf oleh Hakim Ketua yang memutus dan panitera yang bersidang.
- Di bawah renvoi diberi kata-kata: s.c (sah coret) atau s.t (sah tambah, atau s.g (sah ganti) dan diparaf oleh panitera sidang.
- Putusan/ Penetapan yang sudah selesai diketik dan ditandatangani, harus disampul dan dijilid/disegel dengan rapi. Minutasi putusan ini harus sudah diselesaikan paling lambat satu minggu atau dua minggu terhitung sejak putusan dijatuhkan.
- Salinan Penetapan/ Salinan Putusan diparaf oleh Panitera Pengganti pada sisi sebelah kanan tulisan “PANITERA PENGADILAN AGAMA….” dan ditandatangani oleh Panitera, tidak boleh oleh Panitera Pengganti.
- Setiap halaman salinan putusan/ penetapan dibubuhi stempel/cap pengadilan pada sisi kiri atas, kecuali pada halaman terakhir, stempel tersebut dibubuhkan pada sebelah kiri tanda tangan Panitera.

Tehnik Pembuatan Putusan
1. Cara Minutering perkara* [6]

  • Panitera/ Peanitera Pengganti mencatat apa-apa yang diinstruksikan Ketua/Hakim pada waktu persidangan.
  •  Melaporkan hasil persidangan kepada Sub Kepaniteraan pada hari itu juga.
  • Mengetik konsep putusan dengan bahan yang diberikan oleh Ketua/Hakim.
  • Mengetik putusan setelah diperiksa oileh Ketua/Hakim yang memutus. Dalam hal persidangan majelis, kepada Hakim Anggota, kemudian kepada Hakim Ketua.

2. Pengetikan Putusan/Penetapan.
- Konsep yang telah disetujui (sudah diparaf) Ketua/Hakim yang bersangkutan diketik rapi dalam rangkap tiga, dengan kertas folio HVS (jika dengan mesin ketik biasa, lembar ke tiga dengan kertas doorslag), dimulai 5 cm atau 5,5 cm dari tepi kiri kertas, dan berakhir kurang lebih satu atau dua senti meter dari tepi kanan. Tidak boleh menggunakan kertas buram.
- Tiap halaman berisi tidak lebih dari 30 baris, dengan ketentuan letak baris pertama dengan letak baris terakhir sama jaraknya dari tepi kertas (tidak terlalu ke atas, juga tidak terlalu ke bawah).
- Tiap halaman diberi nomor ditengah pada bagian atas, kecuali halaman pertama.
- Tulisan kata „PUTUSAN, NO., TENTANG DUDUK PERKARA, TENTANG HUKUM, MENGADILI‟, ditulis dengan huruf kapital seluruhnya, diletakkan ditengah dari tepi kiri dan kanan pengetikan serta diberi garis bawah (atau dibold/ ditebalkan).
- Alinea baru masuk kurang lebih 7 (tujuh) pukulan ketik dengan mempergunakan huruf berukuran 10 huruf per inchi atau 12 huruf per inchi.
- Irah-irah „BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM‟ dan „DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA‟ ditulis berjarak dua kali spasi yang dipergunakan dari nomor putusan dengan huruf besar/kapital semua, diletakkan ditengah-tengah, begitu juga jarak kata „DEMI KEADILAN…‟ dengan baris berikutnya.
- Nama pihak-pihak ditulis dengan huruf besar semua, diberi garis bawah (atau dibold/ ditebalkan), dan pengetikannya masuk kurang lebih 12 ketukan dari tepi kiri, dan dilanjutkan (sebaris dengan nama) dengan identitasnya yang ditulis dengan huruf kecil..
- Dalam mengakhiri setiap halaman, pada sudut kanan bawah ditulis kata yang mengawali halaman berikutnya, dan diberi garis bawah.
- Tulisan KETUA, HAKIM ANGGOTA, PANITERA PENGGANTI, serta nama –namanya ditulis dengan huruf besar semua .
- Pengetikan yang sudah selesai diperiksa ulang dengan teliti, dan dimintakan tandatangan kepada Ketua dan Hakim Anggota yang bersangkutan.
- Perubahan/tambahan/ kesalahan pengetikan yang dilakukan dengan renvoi harus ditanda-tangani /diparaf oleh Ketua/ Hakim yang memutus dan Panitera Pengganti yang bersidang.

- Dibawah renvoi diberi kata-kata: s.c (untuk sah coret), s.t. (untuk sah tambah), s.g. (untuk sah ganti) dan diparaf / ditandatangani oleh Panitera Pengganti.
- Putusan/Penetapan yang sudah selesai diketik, disampul dan dijilid dengan rapi/ bagus.
- Salinan Putusan/ Salinan Penetapan diparaf oleh Panitera Pengganti pada sisi sebelah kanan kata ‟ PANITERA PENGADILAN AGAMA …….‟ dan ditanda -tangani oleh Panitera, tidak boleh oleh Panitera Pengganti.
- Setiap halaman Salinan Putusan/ Penetapan dibubuhi stempel/ cap Pengadilan Agama setempat pada sisi kiri atas, kecuali pada halaman terakhir, stempel/ cap dibubuhkan pada sebelah kiri tanda tangan Panitera.

3. Lama Peneyelesaian (minutering).
- Berita Acara Persidangan (BAP) harus sudah selesai diketik dengan rapi sebelum hari sidang berikutnya., dan ditandatangani oleh Ketua Majelis dan Panitera Pengganti yang bersidang.
- Minutasi berkas perkara yang sudah diputus diharapkan dapat diselesaikan oleh Panitera Pengganti dalam tempo satu sampai dua minggu sejak putusan dijatuhkan.
- Harap disadari bahwa minutasi perkara adalah tanggung jawab Ketua Majelis, Hakim dan Panitera Pengganti yang bersidang.
- Jika salinan putusan atas permintaan pihak-pihak dibuat setelah catatan-catatan di atas, maka catatan-catatan di atas ikut juga disalin dalam salinan putusan.





[1] A.Mukhsin Asyrof, Administrasi Perkara Pada Pengadilan Agama, hlm: 26, Edisi Revisi, 1997, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial MARI, cet. II, Jakarta

[2] Op.Cit, Administrasi Perkara Pada Pengadilan Agama, Edisi Revisi, 1997, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial MARI, cet. II, Jakarta
[3] Op.Cit, Administrasi Perkara Pada Pengadilan Agama, Edisi Revisi, 1997, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial MARI, cet. II, Jakarta
[4] Sutopo, Administrasi manajemen Dan Organisasi; Lembaga Administrasi Negara, RI. 1988.

[5] Op.Cit, Administrasi Perkara Pada Pengadilan Agama, Edisi Revisi, 1997, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial MARI, cet. II, Jakarta


[6] Dikutib dengan penyesuaian seperlunya dari buku „Pelatihan Tehnis Yustisial Panitera Dan Jurusita, Proyek Pembinaan Tehnis Yustisial Mahkamah Agung – RI, jakarta , 1998.

Comments

  1. Casino: Why is gambling the most dangerous of all
    A casino gambling addict febcasino is worrione simply gambling the most dangerous of 출장샵 all other people. A gambler's life is not just about the outcome งานออนไลน์ of septcasino an action,

    ReplyDelete

Post a Comment