MACAM-MACAM AKAD DALAM MUALAH

MACAM-MACAM AKAD DALAM MUALAH
       I.     
Pendahuluan
Manusia merupakan mahluk sosial, tidak dapat bertahan apabila tidak ada bantuan dari orang lain. Maka dari itulah setiap manusia harus saling membantu atau bahu-membahu terutama di sini dengan jalan mengadakan perjanjian atau kontrak terhadap pihak yang bersangkutan. Akibat dari hal demikian maka timbullah perikatan yang mana ada kewajiban yang harus dipenuhi dan hal yagn harus dituntut.
Dalam islam, istilah ini sering disebut akad, mencakup perikatan maupun perjanjian. Islam juga mewajibkan orang yang terlibat dalam akad untuk memenuhi kewajiban terhadap orang lain. Misalnya saja dalam hutang, apabila orang yang berhutang tersebut meninggal dunia sedangkan ia belum membayar lunas, maka harus ditanggung oleh ahli waris. Dari gambaran tersebut betapa tegasnya Islam dalam perikatan atau akad. Kemudian apakah perikatan dalam Islam dengan akad pada umumnya selalu sama akan dijelaskan di sini. Semoga makalah ini akan membantu dalam memahami perikatan dalam Islam meskipun penjelasan di sini hanya bersifat mendasar dan pengantar saja.

    II.            Rumusan Masalah
A.    Apa pengertian akad shohih dan ghairu shohih ?
B.     Apa pengertian dari akad musamma dan ghairu musamma ?
C.     Apa pengertian dari akad ainiyah dan ghairu ainiyah?
 III.            Pembahasan

A.    Akad Shahih dan Ghairu Shahih
a.       Akad shahih
Adalah Akad yang telah memenuhi rukun dan syarat yang telah ditetapkan oleh syariat. Hukum dari akad shahih ini adalah berlaku seluruh akibat hukum yang ditimbulkan akad itu dan mengikat bagi pihak-pihak yang berakad.Akad Shahih menurut Hnafiah dan Malikiyah terbagi kepada dua bagian:
a)      Akad yang nafidz (bisa dilangsungkan)
Pengertian akad nafidz adalah akad yang dilakukan oleh orang yang memiliki ahliyatul ada’ (kecakapan) dan kekkuasaan. Contohnya seperti akadyang dilakukan oleh orang yang baligh berakal dan cerdas (mampu) mengurus hartanya sendiri atau oleh wali atau washiy dari anak yang masih dibawah umur atau wakil (orang yng diberi kuasa oleh si pemilik). Hukum akad semacam ini menimbulkan akibat-akibat hukum secara langsung tanpa menunggu persetujuan orang lain.
b)      Akad yang mauquf (ditangguhkan)
Pengertian akad mauquf adalah akad yang dilakukan oleh orang yang memiliki ahliyah (kecakapan) untuk melakukan akad, tetapi ia tidak memiliki kekuasaan karena tidak memperoleh mandat untuk melakukannya, contohnya seerti akad fudhuli akad yang dilakukan oleh anak yang mumayiz yang spekulatif (mungkin menguntungkan, mungkin merugikan). Hukumnya adalah akad semacam ini tidak menimbulkan akibat hukum kecuali disetujui oleh orang-orang yang berkepentingan. Apabila tidak disetujui akad tersebut hukumnya batal. Akan tetapi, menurut Syafi’iyah dan Hanabilah, akad ini hukumnya batal.
Akad nafidz terbagi menjadi kepada dua bagian:
1)      Akad lazim
Pengertian akad lazim adalah suatu akad yang tidak bisa dibatalkan oleh salah satu pihak tanpa persetujuan pihak lain, seperti jual beli dan ijarah (sewa menyewa). Dasar hukum untuk akad lazim ini adalah firman Allah dalam surat Al- Maidah ayat 1:
Hai orang-orang yang beriman penuhilah aqad-aqad itu.

2)      Akad ghair lazim
Suatu akad yang bisa di fasakh(di batalakan) oleh salah satu pihak tanpa memerlukan persetujuan dari pihak yang lain.[1]

b.      Akad ghairu shahih
Adalah Akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya, sehingga seluruh akibat hukum akad itu tidak tidak berlaku dan tidak mengikat pihak-pihak yang berakad.Akad ghairu shahih di bagi dua :
a)      Akad batil yaitu akad yang tidak memenuhi salah satu rukunnya atau ada larangan langsung dari syara’.Misalnya, objek jusl beli itu tidak jelas atau terdapat unsur tipuan (gharar), seperti menjual ikan dalam lautan atau salah satu pihak tidak cakap bertindak hukum.
b)      Akad fasid adalah akad yang pada dasarnya disyariatkan, tetapi sifat yang diakadkan itu tidak jelas. Misalnya, menjual rumah yang tidak jelas tipe, jenis, dan bentuknya, sehingga menimbulkan perselisihan antara penjual dan pembeli. Jual beli ini dianggap sah apabila unsur-unsur yang menyebabkan ke-fasid-annya itu dihilangkan yakni dengan menjelaskan tipe, jenis dan bentuk rumah yang dijual tersebut.[2]


B.     Akad Musamma dan Ghairu Musamma
Akad yang memiliki nama berasal dari Al-Qur’an dan Hadits nabi saw, atau disebut,
a.       Akad musamma yaitu akad yang memiliki nama tertentu dari nash baik al-Qur’an maupun hadits nabi.
·         Akad musamma  yang bersumber dari Qur’an dan disebut secara eksplisit, yaitu:
Pertama, akad jual beli, nama ini tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 275:
ã4¨@ymr&urª!$#yìøt7ø9$#tP§ymur(#4qt/ÃŒh9$#
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (Q.S Al Baqarah 275)

Kedua, nama riba tercantum pada surat al-Baqarah ayat 275
Ketiga, wasiyat
|Artinya: Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia maninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf (Q.S. Al Baqarah: 180)
Keempat, akad pinjam meminjam
Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. (Q.S. Al-Qur’an: 245)
Kelima, akad utang piutang (qard)
Artinya: hai orang orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya (Q.S. Al-Baqarah: 282)
Keenam, akad rahn (gadai)
Artinya: Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh berpiutang). (Q.S. Al-Baqarah: 283)
Ketujuh, akad kafalah (penjaminan) dan ju’alah (sayembara)
Artinya: Penyeru-penyeru itu berkata: “kami kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta,dan aku menjamin terhadapnya”. (Q.S. Yusuf: 72)

Kedelapan, akad perdamaian (al-Shulh)



Artunya :
Tidak ada kebaikan pada bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh(manusia memberi sedekah), atau berbuat ma’ruf, atau mengeadakan perdamaian diantara mereka. (Q.S. an nisa’ : 114)
Kesembilan, akad ijarah al-A’mal (pengupahan/ ketenagakerjaan)

Artinya: kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya (Q.S Al-Thalaq:6)

Kesepluh, akad mudhorobah
Artinya: Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah (Q.S Muzamil: 20)

Kesebelas, akad musyarakah
Artinya: Dan berikatlah dengan mereka pada harta (Q.S Al-Isra’: 64)
·         Akad yang namanya disebut dalam Hadits Nabi antara lain:
1)      Jual Beli
2)      Akad Qard Al-Hasan (utang piutang)
3)      Akad Syirkah (musyarakah) atau korporasi.
4)      Akad mudharabah (bagi hasil) atau profit and loss sharing.
5)      Akad wadl’ah (penitipan).
6)      Akad wakalah (pemberian kuasa).
7)      Akad rahn (gadai).
8)      Akad kafalah atau takaful (penjaminan).
9)      Akad salam (pesanan)
10)  Akad ijrah al-a’mal(sewa jasa/pengupahan/ketenaga kerjaan).
11)  Akad riba jahiliyah
12)  Akad sharf (tukar menukar mata uang sejenis)
13)  Akad sharf pada makanan
14)  Mekelar (perantara)
15)  Akad khiyar (opsi)
16)  Akad hawalah (pengalihan hutang)
17)  Akad ju’alah (pengupahan atau sayembara)
18)  Akad ariyah (pinjam meminjam)
19)  Akad musaqah (peniraman atau pengairan tanaman)
20)  Akad muzara’ah dan mukhabarah (paroan sawah)
21)  Akad syuf’ah (pre ompstion)

b.      Akad ghairu musammah
yaitu akad yanmg tidak disebut secara ekslisit baik dalam Al Qur’an maupun hadis Nabi, dan akad tersebut di bahas oleh para fuqaha dalm kitab-kitab mereka antara lain :
a.       Akad murabahah yaitu akad jual beli dimana penjual menentukan margin lava kepada pembeli suatu barang yang di sepakati.
b.      Akad istisha’ yaitu suatu akad dengan cara memesan kepada penjual dari hasil manufaktur atau pabrik dengan ciri atau croteria tertentu yang telah ada contohnya. Misal pesan almari, mobil, motor dan lain-lain.
c.       Antara akad istishaba’ dengan salam adalah terdapat persamaan dan perbedaan.
d.      Akad (jual beli inah’) yaitu seorang membeli barang kepada penjual dengan sistem bayar angsuran , kemudian barang tersebut dijual kepada penjual pertama dengan harga kontan yang lebih rendah dari harga pembelian semula.
e.       Jual beli wafa’ yaitu seorang menjual barang kepada orang lain(pembeli), dengan harga tertentu, dengan masyarakat bahwa barang yang dijual tersebut akan di beli kembali oleh penjual dalam tempo waktu tertentu .
f.       Jual beli dengan bayar tangguh(ansuran) (bai’ bisaman ajil) (BBA) yaitu jual beli dengan sistem pembeyaran di angsur biasanya bulanan atau dengan sistem pembayaran musiman pada akad salam.
g.      Jual beli urbun yaitu jual beli dengan memberikan uang muka sebagian ikatan tanda jadi terhadap pembelian barang.
h.      Sewa beli atau ijarah muntahiya bi al-tamlik sebagaimana istilah akad dalam produk bank syari’ah.
i.        Jual beli utang  (bai’ al-kalla’ bi al-kalli’).[3]
C.     Tujuan dan maksud dalam perikatan dalam islam
Seseorang yang melakukan perikatan atau akad, pasti mempunyai tujuan tertentu, seseorang tidak dapat dipaksakan untuk melakukan akad, terutama dalam perjanjian. Kecuali dalam perikatan alami, seperti hak bayi untuk dirawat dengan baik dan harta warisan, atau paksaan hukum yang bersifat sepihak.
Tujuan perikatan dalam Islam atau akad yang dimaksud di sini ialah maksud utama disyari’atkannya akad. Artinya ada maksud tertentu namun harus sesuai ketentuan syari’ah, agar tujuan tersebut dapat terwujud. Tujuan tersebut akan menjadi sah apabila mempunyai akibat-akibat hukum yang dipelukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Tujuan akad bukanlah merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan ketika akad belum diadakan seperti perikatan alami, namun hendaknya tujuan itu dilaksanakan di awal akad.
2.      Tujuan harus berlangsung hingga akhir akad.
3.      Tujuan akad harus dibenarkan syari’at Islam.[4]

D.    Akad ainiyah dan ghairu ainiyah
a.       Akad ‘ainiyah yaitu akad yang objeknya berupa benda berwujud. Karena objeknya berupa benda, berarti hokum asalnya adalah mubah selama tidak ada dalil-dalil yang mengharamkannya. Dalam akad yang bersifat ‘ainiyah, kesempurnaan akad tergantung pada penyerahan benda (‘ayn) sebagai objek akad. Misalnya dalam transaksi jual beli, akad dikatakan sempurna apabila benda yang dijadikan objek perdagangan teah diserahkan kepada para pihak.
b.      Akad ghairu ‘ainiyah, yaitu akad yang kesempurnaannya tergantung pada objek perbuatan seseorang (fi’il) untuk melaksanakan akad. Pada akad ini, kesempurnaannya hanya didasarkan pada bentuk perbuatan akadnya saja dan tidak mengharuskan adanya penyerahan objek tertentu yang berupa benda. Karena objeknya berupa perbuatan, maka ketentuan yang berlaku adalah kaidah fiqh yang menyatakan bahwa hokum asal perbuatan manusia terikat dengan hokum syara’. Misalnya, benda yang diwakafkan otomatis menjadi benda wakaf.[5]
 IV.            Kesimpulan
Akad shahih Adalah Akad yang telah memenuhi rukun dan syarat yang telah ditetapkan oleh syariat.Akad Shahih menurut Hnafiah dan Malikiyah terbagi kepada dua bagian:
a.       Akad yang nafidz
b.      Akad yang mauquf
Akad ghairu shahihAdalah Akad yang terdapat kekurangan pada rukun atau syarat-syaratnya. Di bagi menjadi dua:
a.       Akad batil
b.      Akad fasid

Akad musamma yaitu akad yang memiliki nama tertentu dari nash baik al-Qur’an maupun hadits nabi.
Akad ghairu musammah yaitu akad yanmg tidak disebut secara ekslisit baik dalam Al Qur’an maupun hadis Nabi.
Tujuan perikatan dalam Islam atau akad yang dimaksud di sini ialah maksud utama disyari’atkannya akad. Artinya ada maksud tertentu namun harus sesuai ketentuan syari’ah, agar tujuan tersebut dapat terwujud. Tujuan tersebut akan menjadi sah apabila mempunyai akibat-akibat hukum yang dipelukan dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1.      Tujuan akad bukanlah merupakan kewajiban yang telah ada atas pihak-pihak yang bersangkutan ketika akad belum diadakan seperti perikatan alami, namun hendaknya tujuan itu dilaksanakan di awal akad.
2.      Tujuan harus berlangsung hingga akhir akad.
3.      Tujuan akad harus dibenarkan syari’at Islam.
Akad ‘ainiyah yaitu akad yang objeknya berupa benda berwujud. Karena objeknya berupa benda,
Akad ghairu ‘ainiyah, yaitu akad yang kesempurnaannya tergantung pada objek perbuatan seseorang (fi’il) untuk melaksanakan akad
    V.            Penutup
Demikinlah makalah yang dapat saya susun, semoga dapat bermanfaat dan menambah ilmu bagi kita semua. Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan guna kesempurnaan makalah ini dan selanjutnya.
Daftar pustaka
Ahmad wardi muslich ”fiqh muamalat”, jakarta, azamah, 2010,
Gemala Dewi, et al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006),
Siti mujibatun,”pengantar fiqh muamalah”, semarang, eLSa, 2002
Abdul Aziz Dahlan, EnsiklopediHukumIslam, Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996
Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE, 2009)



[1]Ahmad wardi muslich ”fiqh muamalat”, jakarta, azamah, 2010, hal. 153-156
[2]Gemala Dewi, et al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), 146-147

[3]Siti mujibatun,”pengantar fiqh muamalah”, semarang, eLSa, 2002, hal: 95-111
[4]Abdul Aziz Dahlan, EnsiklopediHukumIslam, Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, hal. 48
[5]Burhanuddin S., Hukum Kontrak Syariah, (Yogyakarta: BPFE, 2009),hal.18

Comments